PEDOMAN.co – Melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Pemerintah berupaya menciptakan segala kemudahan dalam ekosistem berusaha, tanpa mengesampingkan standar dan nilai-nilai keselamatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna menyampaikan hal tersebut saat menyampaikan keynote speech sesi kedua dalam kegiatan “Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Perindustrian, Perdagangan, Halal, Keagamaan, Kesehatan, serta Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)”, di Surabaya, Senin (30/11).
“Khusus untuk sektor LHK, UU yang disempurnakan adalah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan, serta UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” ujar Montty.
Montty menerangkan, kegiatan usaha yang memanfaatkan sumber daya alam skala besar, seperti pertambangan batubara atau pengeboran minyak dan gas, pelaksanaannya akan menimbulkan dampak besar terhadap kepentingan umum.
“Oleh sebab itu, Pemerintah mewajibkan para pengusaha yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya alam untuk mendapatkan izin berusaha, sebagai syarat dilaksanakannya kegiatan usaha,” lanjut Montty.
Sementara untuk kegiatan usaha yang memang tidak berdampak besar terhadap kepentingan umum, UU Cipta Kerja mengutamakan diberlakukannya pengawasan yang ketat atas pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kritera (NSPK) dari satu kegiatan usaha. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah akan memastikan bahwa kegiatan usaha tersebut memenuhi NSPK yang telah ditetapkan.
Deputi Montty bersama Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Sigit Hardwinarto menjelaskan aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja di sektor LHK, yaitu: (a) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Bidang Kehutanan, (b) RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan (c) RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal Dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Dibangun di Dalam Kawasan Hutan.
Dengan RPP tersebut, nantinya Pemerintah akan mempunyai landasan hukum yang cukup dan kuat untuk menciptakan kemudahan dalam ekosistem berusaha serta streamlining proses penyusunan dan penilaian AMDAL.
“Selain itu, untuk menyelesaikan permasalahan tenurial masyarakat terutama di kawasan hutan dan memberikan kepastian hukum ataupun menyelesaikan adanya kegiatan usaha, seperti perkebunan dan pertambangan, yang sudah terlanjur berada di kawasan hutan,” imbuh Montty.
UU Cipta Kerja mengamanatkan bahwa penyusunan dan penilaian AMDAL diintegrasikan ke dalam proses Perizinan Berusaha. Apabila terjadi pelanggaran/penyimpangan atas upaya-upaya mitigasi lingkungan yang direkomendasikan di dalam AMDAL, maka hal ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran atas perizinan berusaha.
“Perizinan Berusaha atas kegiatan usaha akan dicabut, apabila pelaku usaha betul-betul terbukti melanggar rekomendasi AMDAL,” tutur Montty Girianna.
UU Cipta Kerja pun mengamanatkan untuk segera menyelesaikan kasus-kasus tumpang tindih perizinan di kawasan hutan, baik melalui penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, dan/atau paksaan pemerintah pencabutan ijin usaha.
Sebagai informasi, Pemerintah tengah menyelesaikan 44 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, yang terdiri dari 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Dalam proses penyusunan ini, Pemerintah pun membentuk tim independen yang akan berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait.
Selain melaksanakan kegiatan sosialisasi di beberapa kota, Pemerintah juga membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan langsung melalui portal UU Cipta Kerja (uu-ciptakerja.go.id). Per hari ini, sudah ada 30 RPP dan RPerpres yang diunggah di portal resmi UU Cipta Kerja.
Hadir sebagai narasumber dalam sesi kedua yang dimoderatori oleh Asisten Deputi Agro, Farmasi, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera ini antara lain: (i) Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian LHK Ary Sudijanto, (ii) Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian LHK Yazid Nurhuda, (iii) Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Penyiapan Tanah Obyek Reforma Agraria, Ibukota Negara, dan Penggunaan Kawasan Hutan Kustanta Budi Prihatno, dan (iv) Wakil Direktur I Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Rudi Purwono.
Sementara di sesi pertama, diskusi panel dimoderatori oleh Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kemenko Perekonomian Raden Edi Prio Pambudi, dengan menghadirkan beberapa narasumber antara lain: (i) Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, (ii) Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Muhammad Lutfi Hamid, (iii) Direktur Bina Haji dan Umrah M Arfi Hatim, dan (iv) Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan, Sundoyo. (Sumber: Kemenko Perekonomian)